Sabtu, 14 Oktober 2017

Trump Hentikan Kesepakatan Nuklir, Sebut Iran "Rezim Fanatik"


WASHINGTON DC, -  Presiden AS Donald Trump mengecam Iran sebagai sebuah "rezim fanatik" dan menolak untuk melanjutkan penandatanganan kesepakatan nuklir internasional.

Dalam pidatonya, Jumat (13/9) waktu setepat di Washington DC, Trump menuding Iran mensponsori terorisme dan mengusulkan sanksi baru.

Trum mengatakan, Iran telah melanggar kesepakatan 2015, yang memberlakukan pembatasan kapabilitas nuklir Iran sebagai imbalannya melonggarkan embargo internasional.

Pemantau internasional mengatakan Iran telah mematuhi kesepakatan itu secara penuh.

Namun, dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump mengatakan dia bertindak untuk menolak "seluruh jalur persenjataan nuklir" Iran.

"Kami tidak akan melanjutkan sesuatu yang hasilnya bisa diduga akan lebih banyak kekerasan, lebih banyak teror, dan ancaman nuklir Iran benar-benar nyata," kata dia.

Apa yang ditolak Trump?

Kongres mewajibkan presiden AS untuk menetapkan setiap 90 hari bahwa Iran memegang kesepakatannya. Trump telah memberikan pengesahan dua kali, tetapi menolak untuk menandatangani yang ketiga menjelang batas waktu yang jatuh pada Minggu.

Kongres saat ini memiliki waktu 60 hari untuk memutuskan apakah menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan menerapkan kembali sanksi.

Kesepakatan ditandatangani Iran dan enam negara-negara besar yaitu Inggris, AS, Rusia, Prancis, Jerman dan Cina. Sejumlah pengacara yang terlibat dalam kesepakatan itu khawatir AS akan sepenuhnya mundur.

Sebaliknya, dia pada dasarnya menyerahkan masalah itu pada Kongres, yang saat ini akan memutuskan apakan akan menulis batasan yang sesuai dengan keinginan Trump.

Presiden memperjelas bahwa jika tidak ada perubahan maka dia akan membatalkan kesepakatan.

"Jika kita tidak mendapatkan solusi bersama Kongres dan sekutu kita, maka kesepakatan akan dihentikan," kata dia. "Ini tengah dalam peninjauan secara terus menerus dan partisipasi kami dapat dibatalkan oleh saya, sebagai presiden, kapan saja."

Apa perubahan yang diinginkan Trump?

Trump berupaya untuk mengakhiri kesepakatan nuklir, yang memungkinkan pencabutan pembatasan program pengayaan nuklir Iran setelah 2025.

Dia juga meminta adanya sanksi baru bagi pasukan elit Garda Revolusi Iran, yang dia sebut sebagai "pasukan teror pemimpin Iran yang korup", dan larangan terhadap program rudal balistik Iran, yang tidak tercakup dalam kesepakatan itu.

Bulan lalu, Iran mengatakan telah sukses melakukan uji coba rudal jarak menengah baru dengan jangkauan 2.000 kilometer. Uji coba tidak dapat diverifikasi secara internasional.

Presiden mengatakan bahwa para pemimpin kongres telah menyusun draf amandemen yang dapat mengurangi pengembangan rudal balistik dan menghilangkan tanggal kadaluarsa pada pembatasan pengembangan nuklir Iran.

Bagaimana respon negara-negara yang terlibat kesepakatan?

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan bahwa AS "semakin terisolasi" dan tidak dapat mengubah kesepakatan nuklir.

"Selama hak kami dijamin, selama kepentingan kami terlayani, selama kami mendapatkan manfaat dari kesepakatan nuklir, kami akan menghormati dan mematuhi kesepakatan," kata Rouhani.

Yukiya Amano, pemimpin Badan Energi Atom Internasional (IAEA), mengatakan Iran melaksanakan kesepakatan dan tunduk pada "rezim verifikasi nuklir paling kuat di dunia".

Diplomat Eropa memperingatkan bahwa setiap perubahan unilateral terhadap kesepakatan akan memicu kebuntuan kesepakatan dan kembali pada perselisihan masalah nuklir di Timur Tengah.

Kapala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini menyebut kesepakatan "kuat" dan tidak ada "pelanggaran" yang dilakukan Iran.

Dia mengatakan tidak ada kekuaatan "presiden di manapun di dunia" yang dapat menghentikan kesepakatan.

Dalam pernyataan bersama, Inggris, Jerman dan Prancis mengatakan mereka "khawatir" dengan langkah Trump namun tetap berkomitmen terhadap kesepakatan tersebut.

Negara-negara itu menyatakan bahwa mereka "sama-sama merasakan kekhawatiran tentang program rudak balistik dan aktivitas regional Iran."

Rusia mengatakan masih tetap berkomitmen terhadap kesepakatan dan menolak penggunaan "retorika yang agresif dan mengancam dalam hubungan internasional".

Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan selamat pada Trump, yang dia sebut "dengan berani menghadapi rezim teroris Iran". Arab Saudi juga mendukung "strategi yang tegas" dari presiden AS.

Apa yang berubah?

Presiden Trump telah mengubah daftar ancaman di Timur Tengah, dengan Iran menggantikan kelompok yang menyebut diri Negara Islam ISIS sebagai Musuh Nomor Satu.

Pandangan itu didukung oleh para pendukungnya di kawasan termasuk Israel dan pemimpin Teluk Arab yang sejak dulu melihat Iran sebagai ancaman utama mereka, dan saingan di Timur Tengah.

Mereka membenci kesepakatan Washington dengan Iran di masa pemerintahan Presiden Obama. Seperti Presiden Trump, negara-negara itu ingin mengubah keputusan tersebut.

Pendekatan baru untuk menerapkan sanksi kembali tetapi berhenti menuding pasukan elit Garda Revolusi sebagai sebuah kelompok teroris - sebuah langkah yang Iran sebut sama dengan deklarasi perang.

Pertanyaan mendesak saat ini adalah apakah strategi baru ini akan memicu semangat kelompok garis keras Iran termasuk Garda Revolusi.

Seperti pasukan AS, Garda Revolusi juga terlibat untuk mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah, dan juga mungkin dilihat sebagai musuh baru.

Apa itu kesepakatan nuklir?

Secara formal dikenal sebagai Rencana Aksi Bersama yang Komprehensif, dirancang untuk mencegah Iran untuk mengembangkan senjata nuklir.

Kesepakatan itu juga mencabut beberapa sanksi yang melarang Iran untuk menjual minyak dalam pasar internasional.

Pencabutan sanksi itu tergantung pada pembatasan program nuklir Iran. Negara itu harus mengurangi persediaan uraniumnya, tidak membangun reaktor selama 15 tahun dan juga mengizinkan pemeriksa untuk masuk ke negara tersebut.

DAPATKAN BONUS DEPOSIT AWAL 20%
HANYA DENGAN MENDAFTARKAN DIRI ANDA LANGSUNG DI WWW.75PKGAMES.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar